
Media Beritain | Jakarta – Lembaga Swadaya Masyarakat Karya Dharma Jaya Bhakti (KDJB) menyampaikan protes keras dan ultimatum terbuka kepada PT. Bank DKI terkait gangguan layanan yang telah berlangsung lebih dari satu bulan tanpa solusi nyata.
Lembaga KDJB menyebut kondisi ini sebagai problem “krisis sistemik” yang bukan hanya mencederai hak ribuan nasabah dari bank milik BUMD Khusus Jakarta, tetapi juga mempertanyakan posisi dan peran Gubernur DKI Jakarta yang terkesan diam dan tidak hadir dalam menyikapi krisis ini.
Ketua Umum Lembaga KDJB, Syaiful Anwar menyatakan, “Kami tidak hanya mempertanyakan kinerja Bank DKI, tetapi juga mempertanyakan apa sebenarnya hubungan Gubernur DKI dengan bank ini, sehingga bungkam total seolah tidak terjadi apa-apa? Ini bank milik daerah. Apakah Gubernur hanya berfungsi sebagai simbol, atau justru sedang melindungi pihak-pihak tertentu di balik layar?”
Bukti Kelalaian dan Ketidakmampuan
Investigasi Lembaga KDJB mengungkapkan :
1. Gangguan terjadi pada core banking dan bukan sekadar gangguan ringan.
2. Migrasi sistem dilakukan tanpa backup memadai, tanpa disaster recovery plan.
3. Bank gagal memenuhi standar POJK No. 38/POJK.03/2016 dan POJK No. 1/POJK.07/2013.
4. Komunikasi ke publik sangat buruk, minim tanggung jawab, dan cenderung menyesatkan.
Gubernur DKI Jakarta Tidak Bisa Lempar Tanggung Jawab
Lembaga KDJB dengan tegas menyatakan dan mempertanyakan bahwa sebagai pemegang saham pengendali utama, Gubernur DKI Jakarta tidak bisa hanya bersembunyi di balik manajemen Bank DKI. Bank ini berada di bawah kendali Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan publik berhak mengetahui.
– Mengapa Gubernur tidak segera memanggil direksi Bank DKI?
– Mengapa tidak ada pernyataan resmi dari Balai Kota?
Apakah ada konflik kepentingan dalam struktur komisaris dan direksi Bank DKI yang berkaitan dengan elite politik Jakarta?
“Kami tidak ingin tergesa-gesa percaya begitu saja dengan diamnya Gubernur adalah bentuk pembiaran atau perlindungan terhadap kelompok tertentu yang selama ini bermain di Bank DKI. Namun jika tidak ada klarifikasi, publik akan berkesimpulan sendiri,” kata Syaiful pada Minggu, (4/5/2025).
Gugatan Massal dan Aksi Nasional
Lembaga KDJB memberikan batas waktu 7 hari kerja kepada Bank DKI dan Gubernur DKI Jakarta untuk:
1. Memulihkan total layanan dan transparansi informasi.
2. Mengganti kerugian nasabah dan memberikan kompensasi resmi.
3. Menjelaskan hubungan struktural dan tanggung jawab Gubernur dalam persoalan ini.
4. Menunjukkan roadmap reformasi dan audit terbuka terhadap manajemen TI Bank DKI.
Jika tidak dipenuhi, Lembaga KDJB akan turun mengorganisir:
· Gugatan class action terhadap Bank DKI.
· Aksi unjuk rasa damai besar-besaran di depan Kantor Pusat Bank DKI dan Balai Kota.
· Laporan ke OJK, Bank Indonesia, Komisi Informasi Pusat, dan Ombudsman RI.
Kegagalan Bank DKI Cemarkan Nama Daerah
“Bank DKI bukan bank swasta, ini Bank masyarakat Jakarta. Gagalnya sistem ini bukan hanya kelalaian direksi, tapi juga cermin buruknya pengawasan oleh Pemerintah Provinsi DKI. Kalau Gubernur tidak mampu menyelamatkan bank milik daerah, bagaimana bisa menyelamatkan Jakarta?” pungkas Syaiful.